Ribuan Artikel Kesehatan ada disini, Cari Cepat disini:

KTI D3 Kebidanan[1] | KTI D3 Kebidanan[2] | cara pemesanan KTI Kebidanan |
PERHATIAN : jika file belum ter-download, Sabar sampai Loading halaman selesai lalu klik DOWNLOAD lagi

Kebutuhan Gizi Ibu Hamil

»Kebutuhan Gizi Ibu Hamil
Kehamilan menyebankan meningkatnya metabolisme energi, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan komposisi dan metabolosme tubuh ibu.

Pada dasarnya penambahan semua zat gizi dibutuhkan oleh ibu hamil, namun yang sering kali menjadi kekurangan adalah energi, protein dan beberapa ineral seperti zat besi dan kalsium. Menurut Nasution (1988) yang dikutip oleh Lubis, kebutuhan energi untuk kehamilanyang normal perlu tambahan kira-kira 80.000 kalori selama masa kurang lebih 280 hari. Hal ini berarti perlu tambahan ekstra sebanyak kurang lebih 300 kalori setiap hari selama hamil. Kebutuhan energi pada trimester I meningkat secara minimal. Kemusian sepanjang trimester II dan III kebutuhan energi terus meningkat sampai akhir kehamilan. Energi tambahan selam trimester II diperluakan untuk pemekaran jaringan ibu seperti penambahan volume darah, pertumbuhan uterus dan payudara serta penumpukan lemak. Selama trimester III energi tambahan digunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta (Lubis,2003:2).
Sama halnya dengan energi, kebutuhan wanita hamil akan protein juga meningkat, bahkan mencapai 68 % dari sebelum hamil. Jumlah protein yang harus tersedia selama akhir kehamilan diperkirakan sebanyak 925 g yang tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta serta janin.

Kecukupan Gizi Ibu Hamil
Kebutuhan akan energi dan zat-zat gizi bergantung pada berbagai factor seperti umur, gender, berat badan, aktifitas fisik dan lain-lain. (Sunita Almatsier, 2001 : 296). Untuk mengetahui tingkat kecukupan gizi pada seseorang maka ditetapkan Angka Ketetapan Gizi Indonesia yang disusun oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), risalah Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI, 1998. hlm. 877. Adapun angka cakupan gizi pada wanita tidak hamil dengan sedikit tambahan.
Dengan mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam tersebut, kekurangan zat gizi pada jenis makanan yang satu dapat dilengkapi oleh zat gizi dari makanan lainnya. Makanan yang beraneka ragam memberikan manfaat besar terhadap kesehatan ibu hamil karena makin beragam yang dikonsumsi makin baik mutu makanannya.

Bahaya Kekurangan Gizi
Masa hamil adalah masa dimana seorang wanita memerlukan berbagai unsur gizi yang jauh lebih banyak dari pada yang diperlukan dalam keadaan biasa. Disamping untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya sendiri, berbagai zat gizi itu juga diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin yang ada dalam kandungan (Sjahmien Moehji, 2003 : 15). Apabila kebutuhan gizi itu tidak dipenuhi maka akan terjadi berbagai gangguan baik pada ibunya sendiri maupun pada janinnya.
a. Pada Ibu
Pada setiap tahap kehamilan, seorang ibu hamil membutuhkan makanan dengan kandungan zat-zat gizi yang berbeda dan disesuaikan dengan kondisi tubuh dan perkembangan janin. Tambahan makanan untuk ibu hamil dapat diberikan dengan cara meningkatkan baik kualitas maupun kuantitas makanan ibu hamil sehari-hari, bias juga dengan memberikan tambahan formula khusus untuk ibu hamil. Apabila makanan selama hamil tidak tercukupi maka dapat menngakibatkan kekurangan gizi sehingga ibu hamil mengalami gangguan. Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu hamil, antara lain anemia, berat badan tidak bertambah secara normal dan terkena infeksi. Pada saat persalinan gizi kurang dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature), perdarahan setelah persalinan, serta operasi persalinan.
b. Pada Anak
Untuk pertumbuhan janin yang baik diperlukan zat-zat makanan yang adekuat, dimana peranan plasenta besar artinya dalam transper zat-zat makana tersebut. Suplai zat-zat makanan ke Janin yang sedang tumbuh tergantung pada jumlah darah darah ibu yang mengalir melalui plasenta dan zat-zat makanan yang diangkutnya. Gangguan suplai makanan dari ibu mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran (aborts), bayi lahir mati (kematian neonatal), cacat bawaan, lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).



Kurang Energi Kronis (KEK) Pada Ibu Hamil
Menurut Depkes RI (1995) dalam Program Perbaikan Gizi Makro menyatakan bahwa Kurang Energi Kronis merupakan keadaan dimana ibu penderita kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronis) yang mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan pada ibu.

KEK dapat terjadi pada wanita usia subur (WUS) dan pada ibu hamil (bumil). Pada ibu hamil lingkar lengan atas digunakan untuk memprediksi kemungkinan bayi yang dilahirkan memiliki berat badan lahir rendah. Ibu hamil diketahui menderita KEK dilihat dari pengukuran LILA, adapun ambang batas LILA WUS (ibu hamil) dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau dibagian merah pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai resiko KEK dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lebih rendah (BBLR). BBLR mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan anak.

Lingkar lengan atas merupakan indicator status gizi yang digunakan terutama untuk mendeteksi kurang energi protein pada anak-anak dan merupakan alat yang baik untuk mendeteksi wanita usia subur dan ibu hamil dengan resiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Hal ini sesuai dengan Depkes RI (1994) yang dikutip oleh I Dewa Nyoman Supariasa, bahwa pengukuran LILA pada kelompok wanita usia subur (WUS) adalah salah satu cara deteksi dini yang mudah dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat awam, untuk mengetahui kelompok beresiko kekurangan energi kronis (KEK).

Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam janka pendek. Pengukuran LILA digunakan karena pengukurannya sangat mudah dan cepat. Hasil Pengukuran LILA ada dua kemungkinan yaitu kurang dari 23,5 cm dan diatas atau sama dengan 2323,5 cm. Apabila hasil pengukuran <> 23,5 cm berarti tidak berisiko KEK.
Baca Selengkapnya - Kebutuhan Gizi Ibu Hamil

Zat Gizi

»Zat Gizi
Zat Gizi: "
Zat gizi (nutrient) merupakan zat gizi yang terdapat di dalam makanan, yang terdiri atas:

1. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan zat gizi yang terdapat di dalam makanan berbentuk amilum. Pembentukan amilum ini terjadi dalam mulut melalui enzim ptialin yang ada dalam air ludah. Amilum diubah menjadi maltosa, kemudian diteruskan kedalam lambung. Dari lambung, hidrat arang dikirim terus ke usus dua belas jari, dan sisa amilum yang belum diubah menjadi maltosa oleh amilase pankreas ini diubah seluruhnya menjadi maltosa. Usus halus mengeluarkan getah pankreas hidrat arang, yaitu enzim maltase yang bertugas mengubah maltosa menjadi dua molekul glukosa dan sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa. Sedangkan enzim laktase bertugas mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.

Penyerapan karbohidrat yang dikonsumsi/dimakan ditemukan dalam tiga bentuk, yaitu polisakarida, disakarida, dan monosakarida. Disakarida dan monosakarida mempunyai sifat mudah larut di dalam air, sehingga dapat diserap melewati dinding usus/mukosa usus mengikuti hukum difusi, osmosis dan tidak memerlukan tenaga serta langsung memasuki pembuluh darah.

2. Lemak
Pencernaan lemak dimulai dalam lambung, karena dalam mulut tidak ada enzim pemecah lemak. Lambung mengeluarkan enzim lipase untuk mengubah sebagian kecil lemak menjadi asam lemak dan gliserin, kemudian diangkut melalui getah bening dan selanjutnya masuk ke dalam peredaran darah untuk kemudian tiba di hati. Sintesis, kembali terjadi di dalam saluran getah bening yang mengubah lemak menjadi seperti aslinya.

Penyerapan lemak dalam bentuk gliserol dan asam lemak, gliserol diserap dengan cara pasif dan asam lemak yang teremulsi ini mampu diserap melewati dinding usus halus dan tidak semua lemak dapat diserap oleh karena itu penyerapan lemak dikatakan dengan cara aktif selektif.

3. Protein
Kelenjar ludah dalam mulut tidak membuat enzim proteeasee. Enzim protease terdapat dalam lambung yaitu berupa pepsin yang mengubah protein menjadi albuminosa dan pepton untuk selanjutnya diubah menjadi asam amino dan diserap ole:h dinding usus.

Dalam usus dua belas jari terdapat enzim tripsin yang berasal dari pankreas yang berfungsi mengubah sisa protein yang belum sempurna diubah menjadi albuminosa dan pepton.

4. Mineral
Mineral tidak membutuhkan pencernaan. Mineral hadir dalam bentuk tertentu sehingga tubuh mudah untuk memprosesnya. Umumnya, mineral diserap dengan mudah melalui dinding usus halus secara difusi pasif maupun transpor aktif. Mekanisme transpor aktif terjadi jika kebutuhan tubuh me:ningkat atau diet yang rendah kadar mineralnya. Mekanisme transpor aktif ini diatur oleh hormon.

5. Vitamin
Proses penyerapan vitamin dapat dilakukan dengan difusi sederhana. Vitamin yang larut dalam lemak diserap oleh sistem transpor aktif yang membawa lemak ke scluruh tubuh, sedang vitamin yang larut dalam air mempunyai beberapa variasi mekanisme transpor aktif.

6. Air
Air merupakan zat gizi yang paling mendasar. Tubuh manusia terdiri atas kira-kira 50%-70% air. Asupan air secara teratur sangat penting dibandingkan dengan asupan nutrisi lain.
Bayi memiliki proporsi air yang lebih besar dari pada orang dewasa. Semakin tua umur seseorang, maka proporsi air tubuhnya semakin berkurang. Pada orang dewasa asupan cairan air berkisar antara 1200-1500 cc: perhari, walaupun sering dianjurkan 1900 cc sebagai batas optimum. Selain itu, air dapat masuk ke tubuh melalui makanan lain berkisar antara 500-900 cc: perhari. Di samping itu juga dapat diperoleh dari hasil akhir proses oksidasi. Kebutuhan air akan makin meningkat jika terjadi peningkatan kehilangan air misalnya berkeringat, muntah, diare, atau adanya gejala dehidrasi.

"
Baca Selengkapnya - Zat Gizi

Pengukuran Antropometri

»Pengukuran Antropometri
Pengukuran Antropometri
A. Pengertian Antropometri
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Antropometri artinya ukuran dari tubuh.
Antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

B. Keunggulan Antropometri
Beberapa syarat yang mendasari penggunaan antropometri adalah:
a. Alatnya mudah didapat dan digunakan, seperti dacin, pita lingkar lengan atas, mikrotoa, dan alat pengukur panjang bayi yang dapat dibuat sendiri dirumah.
b. Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif
c. Pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus profesional, juga oleh tenaga lain setelah dilatih untuk itu.
d. Biaya relatif murah
e. Hasilnya mudah disimpulkan karena mempunyai ambang batas.
f. Secara alamiah diakui kebenaranya.


C. Kelemahan Antropometri
a. Tidak sensitif
b. Faktor diluar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi)
c. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempungaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi.
d. Kesalahan terjadi karena:
1) Pengukuran
2) Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan
3) Analisis dan asumsi yang keliru
e. Sumber kesalahan, biasanya berhubungan dengan:
1) Latihan petugas yang tidak cukup
2) Kesalahan alat atau alat tidak ditera
3) Kesulitan pengukuran

D. Jenis Parameter
a. Berat badan
Merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR.
Berat badan merupakan pilihan utama karena berbagai pertimbangan:
1) Parameter yang baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat.
2) Memberi gambaran status gizi sekarang dan gambaran yang baik tentang pertumbuhan
3) Merupakan ukuran antropometri yang sudah dipakai secara umum dan luas.
4) Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh ketrampilan pengukur
5) KMS (Kartu Menuju Sehat) yang digunakan sebagai alat yang baik untuk pendidikan dan monitor kesehatan anak menggunakan juga berat badan sebagai dasar pengisian.

Alat yang digunakan di lapangan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan:
1) Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain.
2) Mudah diperoleh dan relatif murah harganya.
3) Ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg
4) Skala mudah dibaca
5) Cukup aman untuk menimbang anak balita.

Cara menimbang/mengukur berat badan:
1) Langkah I
Gantungkan dacin pada:
 Dahan pohon
 Palang rumah atau penyangga kaki ktiga
2) Langkah 2
Periksalah apakah dacin sudah tergantung kuat
3) Langkah 3
Sebelum dipakai, letakkan bandul geser pada angka 0 (nol)
4) Langkah 4
Pasanglah celana timbang, kotak timbang, atau sarung timbang yang kosong pada dacin.
5) Langkah 5
Seimbangkan dacin yang sudah dibebani celana timbang
6) Langkah 6
Anak di timbang dan seimbangkan dacin
7) Langkah 7
Tentukan berat badan anak dengan membaca angka diujung bandul geser.
8) Langkah 8
Catat hasil penimbangan di atas pada secarik kertas
9) Langkah 9
Geserlah bandul ke angka nol, letakkan batang dacin dalam tali pengaman, setelah itu bayi baru anak dapat diturunkan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menimbang berat badan anak:
1) Pemeriksaan alat timbangan
2) Anak balita yang ditimbang
3) Keamanan
4) Pengetahuan dasar petugas.


b. Umur
Faktor umur sangat penting dalam menentukan status gizi. Menurut Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur digunakan adalah tahun umur penuh dan untuk anak 0-2 tahun digunakan bulan penuh.
Contoh : tahun usia penuh.
Umur : 7 tahun 2 bulan dihitung 7 tahun
6 tahun 11 bulan dihitung 6 tahun.

c. Tinggi Badan
Cara mengukur:
1) Tempelkan dengan paku mikrotoa tersebut pada dinding yang lurus datar sehingga tepat 2 meter.
2) Lepaskan sepatu atau sandal.
3) Anak harus berdiri tegak seperti sikap siap sempurna
4) Turunkan mikrotoa sampai rapat pada kepala bagian atas, siku-siku harus lurus menempel pada dinding.
5) Baca angka pada skala yang nampak pada lubang dalam gulungan mikrotoa.

d. Lingkar Lengan Atas
1) Baku lingkar lengan atas yang digunakan sekarang belum dapat mendapat pengujian memadai untuk digunakan di Indonesia.
2) Kesalahan pengukuran LLA (ada berbagai tingkat ketrampilan pengukur) relatif lebih besar dibandingkan dengan tinggi badan, mengingat batas antara baku dengan gizi kurang, lebih sempit pada LLA dari pada tinggi badan.
3) Lingkar lengan atas sensitif untuk suatu golongan.

Cara mengukur:
 Yang diukur adalah pertengahan lengan atas sebelah kiri
 Lengan dalam keadaan bergantung bebas, tidak tertutup kain atau pakaian
 Pita dilingkarkan pada pertengahan lengan tersebut sampai cukup terukur keliling lingkaran lengan.

e. Lingkar Kepala
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak praktis, yang biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau peningkatan ukuran kepala.

Alat dan tehnik pengukuran:
Alat yang sering digunakan dibuat dari serat kaca (fiber glas) dengan lebar kurang dari 1 cm, fleksibel, tidak mudah patah, pengukuran sebaiknya dibuat mendekati 1 desimal, caranya dengan melingkarkan pita pada kepala.

f. Lingkar Dada
Biasanya dilakukan pada anak berumur 2-3 tahun, karena rasio lingkar kepala dan lingkar dada sama pada umur 6 bulan.

Alat dan tehnik pengukuran:
Alat yang digunakan adalah pita kecil, tidak mudah patah, biasanya terbuat dari serat kaca (fiber glas). Pengukuran dilakukan pada garis puting susu. Masalah yang sering dijumpai adalah mengenai akurasi pengukuran (pembaca), karena pernapasan anak yang tidak teratur.
"
Baca Selengkapnya - Pengukuran Antropometri

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PERKEMBANGAN MOTORIK PADA BAYI 0-12 BULAN DI DESA XXXX

»GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PERKEMBANGAN MOTORIK PADA BAYI 0-12 BULAN DI DESA XXXX
KTI KEBIDANAN
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PERKEMBANGAN
MOTORIK PADA BAYI 0-12 BULAN DI DESA.....

Sejak lahir bayi akan memulai proses perkembangan motoriknya, yang diperlukan untuk mengambil tindakan terhadap sesuatu yang berhubungan dengan lingkungannya. Dalam kondisi ini bayi akan mulai mengumpulkan semua kemampuan dari pengalamannya di dunia, yang akan menjadi suatu keterampilan motorik baru yang kompleks dan akan terus berkembang. Saat kemampuan motorik ini berkembang, bayi akan mampu berinteraksi seutuhnya dengan lingkungannya (Suririnah.2009:170).

Pada dasarnya, yang dimaksud dengan perkembangan motorik adalah proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak. Secara umum, perkembangan motorik dibagi menjadi dua yaitu motorik kasar dan motor halus. Motorik kasar adalah bagian dari aktivitas motorik yang melibatkan ketrampilan otot-otot besar. Gerakan-gerakan seperti tengkurap, duduk, merangkak, dan mengangkat leher adalah bagian dari aktivitas motorik kasar (Anonim, 2008).

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendapat gambaran pengetahuan ibu terhadap perkembangan motorik pada bayi 0-12 bulan di desa Sidoharjo kecamatan Penawartama Kabupaten Tulang Bawang tahun 2009.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan sampel seluruh populasi dari ibu yang memiliki bayi usia 0-12 bulan desa Sidoharjo kecamatan Penawartama kabupaten Tulang Bawang sejumlah 55 orang. Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan metode angket dan alat ukur berupa kuisioner berjumlah 20 item pertanyaan.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat hasil 8 orang ibu memiliki pengetahuan yang baik (14,55%), 34 orang ibu dengan pengetahuan yang cukup (61,82%), 13 orang dengan pengetahuan kurang (23,64%), dan tidak ada ibu yang berpengetahuan baik sekali.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah tingkat pengetahuan ibu tentang perkembangan motorik pada bayi 0-12 bulan di desa Sidoharjo secara umum adalah cukup.

Kata Kunci : Pengetahuan, Ibu, Perkembangan Motorik, Bayi 0-12 Bulan

lihat semua DAFAR KTI LENGKAP dalam DOKUMEN WORD (.doc)
KLIK DISINI
Baca Selengkapnya - GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PERKEMBANGAN MOTORIK PADA BAYI 0-12 BULAN DI DESA XXXX

Gambaran Pemrosesan Alat Bekas Pakai Pada Proses Persalinan Pada BPS XXXX

»Gambaran Pemrosesan Alat Bekas Pakai Pada Proses Persalinan Pada BPS XXXX
KTI KEBIDANAN
Gambaran Pemrosesan Alat Bekas Pakai Pada Proses Persalinan Pada BPS.....

Dalam rangka pencapaian Visi Indonesia Sehat 2010, yang menekankan paradigma sehat, berupa orientasi peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan menyeluruh dan terpadu. Infeksi juga merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu dan bayi baru lahir, sebenarnya dapat dicegah. Dunia internasional saat ini sudah berpedoman kepada Uni¬versal Precaution standard sebagai upaya mengatasi berbagai penyakit infeksi terutama penyakit menular.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran Pemprosesan Alat Bekas Pakai pada Proses Persalinan di BPS di Kecamatan Labuhan Ratu tahun 2009.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan sampel yang menjadi subjek dalam penelitian adalah seluruh tenaga kesehatan yang terlibat dalam proses persalinan di BPS yang ada di Kecamatan Labuhan Ratu berjumlah 25 responden yang juga merupakan populasi dari penelitian ini (penelitian populasi). Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan metode observasi dengan alat ukur berupa lembar checklist.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat pelaksanaan pemroses alat bekas pakai pada proses dekontaminasi dilakukan sesuai dengan prosedur sebanyak 3 responden (12%), tidak sesuai dengan prosedur sebanyak 22 responden (88%), dan tidak ada responden yang tidak melakukan proses Dekontaminasi (0%), pada proses pencucian dan pembilasan dilakukan sesuai dengan prosedur sebanyak 2 responden (8%), tidak sesuai dengan prosedur sebanyak 23 responden (92%), dan tidak ada responden yang tidak melakukan proses pencucian dan perebusan (0%), serta pada proses DTT dengan cara perebusan yang dilakukan sesuai dengan prosedur sebanyak 3 responden (12%), tidak sesuai dengan prosedur sebanyak 22 responden (88%), dan tidak ada responden yang tidak melakukan proses DTT dengan cara perebusan (0%). Untuk pelaksanaan secara umum dapat diketahui bahwa pelaksanaan pemprosesan alat bekas pakai setelah proses persalinan di BPS Kecamatan Labuhan Ratu terdapat 9 responden yang melakukannya dengan kategori baik (36%), dan 16 responden yang melakukan pemrosesan alat bekas pakai dengan kategori kurang baik (64%)

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini yaitu secara keseluruhan Pelaksanaan pemprosesan alat bekas pakai pada BPS di Kecamatan Labuhan Ratu masih kurang baik.

Kata kunci : Pemrosesan alat bekas pakai, tenaga kesehatan, Proses Persalinan

lihat semua DAFAR KTI LENGKAP dalam DOKUMEN WORD (.doc)
KLIK DISINI

Baca Selengkapnya - Gambaran Pemrosesan Alat Bekas Pakai Pada Proses Persalinan Pada BPS XXXX

GAMBARAN PEMBERIAN SALEP MATA PADA BAYI BARU LAHIR PADA BPS XXX

»GAMBARAN PEMBERIAN SALEP MATA PADA BAYI BARU LAHIR PADA BPS XXX
KTI KEBIDANAN
GAMBARAN PEMBERIAN SALEP MATA PADA
BAYI BARU LAHIR PADA BPS XXX

Pengetahuan dasar yang harus dapat dikuasai oleh seorang bidan adalah pengetahuan dasar tentang adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan di luar uterus, kebutuhan dasar bayi baru lahir, kebersihan jalan nafas, perawatan tali pusat, kehangatan, nutrisi, bonding dan attachement, indikator pengkajian bayi baru lahir, misalkan APGAR, penampilan dan perilaku bayi baru lahir, tumbuh kembang yang normal pada bayi baru lahir sampai 1 bulan, memberikan imunisasi pada bayi

Hingga kini, infeksi masih merupakan masalah yang serius pada bayi baru lahir (BBL). Infeksi juga masih berperan utama dalam angka kesakitan dan angka kematian BBL di Indonesia. Sampai saat ini, memang belum ada data nasional yang akurat mengenai angka kesakitan dan kematian karena infeksi pada BBL

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pemberian salep mata terhadap bayi baru lahir pada BPS (Bidan Praktek Swasta) di Kecamatan Labuhan Ratu Lampung Timur tahun 2009. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh BPS yang ada di Kecamatan Labuhan ratu, sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah pemberian salep mata.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan sampel yang menjadi subjek dalam penelitian adalah seluruh BPS yang ada di Kecamatan Labuhan Ratu berjumlah 22 BPS yang juga merupakan populasi dari penelitian ini (penelitian populasi). Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan metode observasi dengan alat ukur berupa lembar checklist.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat hanya terdapat 2 responden yang memberikan salep mata sebelum 1 jam 2 responden (9,09%) dan, 1 respoden memberikan setelah lewat dari 1 jam 1 responden (4,55%), sedangkan responden lainnya tidak memberikan salep mata kepada bayi baru lahir (86,36%), sedangkan untuk pelaksanaannya yang tergolong baik hanya terdiri dari 3 BPS sedangkan 19 responden lainnya tidak melakukan pemberian salep mata sehingga mereka termasuk dalam kategori yang kurang baik.

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini yaitu hanya 3 BPS yang melakukan pemberian salep mata dan pelaksanaannya secara umum masih kurang baik sebab hanya 3 BPS yang melaksanakan sedangkan 19 BPS lainnya tidak melakukan pemberian salep mata pada bayi baru lahir.

Kata Kunci : Pemberian salep mata, Bayi Baru lahir.

lihat semua DAFAR KTI LENGKAP dalam DOKUMEN WORD (.doc)
KLIK DISINI
Baca Selengkapnya - GAMBARAN PEMBERIAN SALEP MATA PADA BAYI BARU LAHIR PADA BPS XXX

PENGETAHUAN SISWA-SISWI TENTANG BAHAYA NARKOBA DI SMA XXXXX

»PENGETAHUAN SISWA-SISWI TENTANG BAHAYA NARKOBA DI SMA XXXXX
KTI KEBIDANAN
PENGETAHUAN SISWA-SISWI TENTANG BAHAYA NARKOBA DI SMA.......

Kenakalan remaja bukanlah hal baru. Masalah ini sudah ada sejak berabad-abad yang lampau. Kenakalan remaja pada tiap generasi berbeda karena pengaruh lingkungan kebudayaan dan sikap mental masyarakat pada masa itu. Kenakalan remaja di masa sekarang ini sudah semakin membahayakan perkosaan, perampasan, penggunaan obat-obat terlarang yaitu narkoba kerap terjadi dimana-mana (Sofyan : 2007).

Maraknya penyalahgunaan Narkoba di kalangan remaja tidak hanya terjadi di perkotaan akan tetapi masuk kedalam wilayah pelosok dan sudah sangat meresahkan semua pihak termasuk dunia pendidikan di negara kita. Akibat dari penyalahgunaan narkoba dan zat adiktif serta minuman keras tersebut sangat mengerikan dan berdampak membahayakan masa yang akan datang. (Karsono, 2004).

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa-siswi tentang bahaya narkoba di SMA Muhammadiyah I Way Jepara pada Tahun 2009. Subjek dalam penelitianini adalah siswa siswi SMA Muhammadiyah I Way Jepara, sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah pengetahuan tentang bahaya narkoba.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan jumlah sampel yang diambil sebanyak 150 orang siswa-siswi melalui tehnik pengambilan sampel menggunakan total populasi. Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan metode angket dengan alat ukur berupa lembar kuisioner yang diberikan langsung kepada responden.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa dari 150 siswa yang dijadikan sampel di SMA Muhammadiyah I Way Jepara, diperoleh hasil bahwa sebagian besar memiliki pengetahuan yang kurang baik tentang bahaya narkoba sebanyak 46 orang siswa (57,33%), dan hanya 9 orang siswa dengan pengetahuan yang baik (6,00%).

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah Pengetahuan siswa-siswi tentang Bahaya narkoba di SMA Muhammadiyah I Way Jepara secara umum adalah kurang baik.

Kata Kunci : Pengetahuan, Siswa-siswi, Bahaya Narkoba

lihat semua DAFAR KTI LENGKAP dalam DOKUMEN WORD (.doc)
KLIK DISINI
Baca Selengkapnya - PENGETAHUAN SISWA-SISWI TENTANG BAHAYA NARKOBA DI SMA XXXXX

PENGETAHUAN SISWA-SISWI TENTANG BAHAYA NARKOBA DI SMA XXXXX

»PENGETAHUAN SISWA-SISWI TENTANG BAHAYA NARKOBA DI SMA XXXXX
KTI KEBIDANAN
PENGETAHUAN SISWA-SISWI TENTANG BAHAYA NARKOBA DI SMA XXXXX

Kenakalan remaja bukanlah hal baru. Masalah ini sudah ada sejak berabad-abad yang lampau. Kenakalan remaja pada tiap generasi berbeda karena pengaruh lingkungan kebudayaan dan sikap mental masyarakat pada masa itu. Kenakalan remaja di masa sekarang ini sudah semakin membahayakan perkosaan, perampasan, penggunaan obat-obat terlarang yaitu narkoba kerap terjadi dimana-mana (Sofyan : 2007).

Maraknya penyalahgunaan Narkoba di kalangan remaja tidak hanya terjadi di perkotaan akan tetapi masuk kedalam wilayah pelosok dan sudah sangat meresahkan semua pihak termasuk dunia pendidikan di negara kita. Akibat dari penyalahgunaan narkoba dan zat adiktif serta minuman keras tersebut sangat mengerikan dan berdampak membahayakan masa yang akan datang. (Karsono, 2004).

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa-siswi tentang bahaya narkoba di SMA Muhammadiyah I Way Jepara pada Tahun 2009. Subjek dalam penelitianini adalah siswa siswi SMA Muhammadiyah I Way Jepara, sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah pengetahuan tentang bahaya narkoba.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan jumlah sampel yang diambil sebanyak 150 orang siswa-siswi melalui tehnik pengambilan sampel menggunakan total populasi. Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan metode angket dengan alat ukur berupa lembar kuisioner yang diberikan langsung kepada responden.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa dari 150 siswa yang dijadikan sampel di SMA Muhammadiyah I Way Jepara, diperoleh hasil bahwa sebagian besar memiliki pengetahuan yang kurang baik tentang bahaya narkoba sebanyak 46 orang siswa (57,33%), dan hanya 9 orang siswa dengan pengetahuan yang baik (6,00%).

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah Pengetahuan siswa-siswi tentang Bahaya narkoba di SMA Muhammadiyah I Way Jepara secara umum adalah kurang baik.

Kata Kunci : Pengetahuan, Siswa-siswi, Bahaya Narkoba

lihat semua DAFAR KTI LENGKAP dalam DOKUMEN WORD (.doc)
KLIK DISINI
Baca Selengkapnya - PENGETAHUAN SISWA-SISWI TENTANG BAHAYA NARKOBA DI SMA XXXXX

Status Giz

»Status Giz
Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, merupakan indek yang statis dan agregatif sifatnya kurang peka untuk melihat terjadinya perubahan dalam waktu pendek misalnya bulanan (Supariasa dkk,2001).
Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik pertumbuhan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat lebih esensial (Almatsier, 2002).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
a. Program pemberian makanan tambahan
Merupakan program untuk menambah nutrisi pada balita yang mana pemberian makanan tambahan ini biasanya diperoleh saat mengikuti posyandu. Adapun pemberian makanan tambahan tersebut berupa Makanan Pengganti ASI yang biasanya didapat dari puskesmas setempat.
b. Tingkat pendapatan keluarga
Di negara seperti Indonesia yang jumlah pendapatan penduduk sebagian besar adalah golongan rendah dan menengah akan berdampak kepada pemenuhan bahan makanan terutama bahan makanan yang bergizi. Keterbatasan ekonomi yang berarti ketidakmampuan daya beli keluarga yang berarti tidak mampu membeli bahan makanan yang berkualitas baik, maka pemenuhan gizi pada balitanya juga akan terganggu. (Budianto, 2001)
c. Pemeliharaan kesehatan
Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior). Misalnya makan-makanan yang bergizi, olah raga dan sebagainya termasuk juga perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior) yang merupakan respons untuk melakukan pencegahan penyakit.
d. Pola asuh keluarga
Pola asuh adalah pola pendidikan yang diberikan orang tua pada anak-anaknya. Setiap anak membutuhkan cinta, perhatian dan kasih sayang yang akan berdampak terhadap perkembangan fisik, mental dan emosionalnya. Kasih sayang dari kedua orang tuanya ini merupakan fondasi kehidupan bagi si anak dan menjadi modal utama rasa aman, terlebih ketika dia mengeksplor dunianya.


Klasifikasi Status Gizi
Menurut Sediaoetama (1999) status gizi dapat dibedakan menjadi 4, yaitu :
a. Gizi Lebih
Gizi lebih biasanya bersangkutan dengan kelebihan energi didalam hidangan yang dikonsumsi relatif terhadap kebutuhan atau penggunaannya (energi expenditure). Ada tiga zat makanan penghasil energi utama, ialah karbohidrat, lemak dan protein. Kelebihan energi didalam tubuh, diubah menjadi lemak dan ditimbun pada tempat-tempat tertentu (Sediaoetama, 1999).
Peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu, terutama di perkotaan menyebabkan perubahan dalam gaya hidup, terutama dalam pola makan. Perubahan pola makanan ini dipercepat oleh makin kuatnya arus budaya makanan asing yang disebabakan oleh kemajuan teknologi informasi dan globalisasi ekonomi. Di samping itu perbaikan ekonomi menyebabkan berkurangnya aktifitas fisik masyarakat tertentu. Perubahan pola makan dan aktifitas fisik ini berakibat semakin banyaknya penduduk golongan tertentu mengalami masalah gizi lebih berupa kegemukan dan obesitas. Makanan berlebihan dikaitkan pula dengan tekanan hidup atau stress (Almatsier, 2001).

b. Gizi Baik
Gizi baik adalah kesehatan gizi yang sesuai dengan tingkat konsumsi yang menyebabkan tercapainya kesehatan tersebut. Tingkat kesehatan gizi terbaik ialah kesehatan gizi optimum (eunutritional state). Dalam kondisi ini tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya kerja dan efisiensi yang sebaik-baiknya. Tubuh juga mempunyai daya tahan yang setinggi-tingginya. (Sediaoetama, 1999). Gizi baik akan dapat dicapai dengan memberi makanan yang seimbang bagi tubuh menurut kebutuhan (Budiyanto, 2001).

c. Gizi Kurang
Gizi kurang menggambarkan ketidakseimbangan (kekurangan) makanan yang dimakan dengan kebutuhan tubuh manusia. (Budiyanto, 2001). Gejala subyektif yang terutama diderita ialah perasaan lapar. (Sediaoetama,1999). Gizi kurang pada anak sehingga anak menjadi kurus dan pertumbuhannya terhambat, terjadi karena kurang zat sumber tenaga dan kurang protein (zat pembangun) diperoleh dari makanan anak. Tenaga dan zat pembangun diperlukan anak dalam membangun badannya yang tumbuh pesat. (Sajogyo, 1994)
Anak-anak yang menderita gizi kurang berpenampilan lebih pendek dengan bobot badan lebih rendah dibandingkan anak-anak sebayanya yang sehat dan bergizi baik. Laju pertambahan bobot akan lebih banyak terpengaruh pada kondisi kurang gizi dibandingkan tinggi badan. Oleh karena itu, penurunan bobot badan ini yang paling sering digunakan untuk menapis anak-anak yang mengalami gizi kurang (Khomsan Ali, 2003).

Akibat Gizi Kurang Pada Proses Tubuh
Akibat kurang gizi pada proses tubuh bergantung pada zat-zat gizi apa yang kurang. Kekurangan gizi secara umum (makanan kurang dalam kuantitas dan kualitas) menyebabkan gangguan-gangguan pada proses-proses :

a) Pertumbuhan
Anak-anak tidak tumbuh menurut potensialnya. Protein digunakan sebagai zat pembakar, sehingga otot-otot menjadi lembek dan rambut mudah rontok. Anak-anak yang berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah keatas rata-rata lebih tinggi daripada yang berasal dari keadaan sosial ekonomi rendah ( Almatsier, 2001 ).

b) Produksi Tenaga
Kekurangan energi berasal dari makanan, menyebabkan seorang kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja dan melakukan aktifitas. Orang menjadi malas, merasa lemah dan produktivitas kerja menurun (Almatsier, 2001).

c) Pertahanan Tubuh
Daya tahan terhadap tekanan atau stress menurun. Sistem imunitas dan antibodi berkurang, sehingga orang mudah terserang infeksi seperti pilek, batuk dan diare. Pada anak-anak hal ini dapat membawa kematian (Almatsier, 2001).

d) Struktur dan Fungsi Otak
Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental, dengan demikian kemampun berpikir. Otak mencapai bentuk maksimal pada usia dua tahun. Kekurangan gizi dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara permanent. ( Almatsier, 2001)

e) Perilaku
Baik anak-anak maupun orang dewasa yang kurang gizi menunjukkan perilaku tidak tenang. Mereka mudah tersinggung, cengeng dan apatis. Dari keterangan diatas tampak, bahwa gizi yang baik merupakan modal bagi pengembangan sumber daya manusia. (Almatsier, 2001)

Baca Selengkapnya - Status Giz

Kurang Energi Kronis (KEK) Pada Ibu Hamil

»Kurang Energi Kronis (KEK) Pada Ibu Hamil
Menurut Depkes RI (2002) dalam Program Perbaikan Gizi Makro menyatakan bahwa Kurang Energi Kronis merupakan keadaan dimana ibu penderita kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronis) yang mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan pada ibu. KEK dapat terjadi pada wanita usia subur (WUS) dan pada ibu hamil (bumil). Pada ibu hamil lingkar lengan atas digunakan untuk memprediksi kemungkinan bayi yang dilahirkan memiliki berat badan lahir rendah. Ibu hamil diketahui menderita KEK dilihat dari pengukuran LILA, adapun ambang batas LILA WUS (ibu hamil) dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau di bagian merah pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai resiko KEK dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lebih rendah (BBLR). BBLR mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan anak. Lingkar lengan atas merupakan indicator status gizi yang digunakan terutama untuk mendeteksi kurang energi protein pada anak-anak dan merupakan alat yang baik untuk mendeteksi wanita usia subur dan ibu hamil dengan resiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Hal ini sesuai dengan Depkes RI (1994) yang dikutip oleh Supariasa, bahwa pengukuran LILA pada kelompok wanita usia subur (WUS) adalah salah satu cara deteksi dini yang mudah dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat awam, untuk mengetahui kelompok beresiko kekurangan energi kronis (KEK). Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek. Pengukuran LILA digunakan karena pengukurannya sangat mudah dan cepat. Hasil Pengukuran LILA ada dua kemungkinan yaitu kurang dari 23,5 cm dan diatas atau sama dengan 23,5 cm. Apabila hasil pengukuran <> 23,5 cm berarti tidak berisiko KEK.

Pengukuran Status Gizi
Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Penilaian secara tidak langsung ada dua yaitu survey konsumsi makanan dan statistic vital. Penilaian status gizi secara langsung ada empat yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Untuk mengetahui status gizi ibu hamil digunakan pengukuran secara langsung dengan menggunakan penilaian antropometri yaitu :

Lingkar Lengan Atas
Pengukuran lingkar lengan atas adalah suatu cara untuk mengetahui risiko KEK wanita usia subur (Supariasa, 2002 : 48). Wanita usia subur adalah wanita dengan usia 15 sampai dengan 45 tahun yang meliputi remaja, ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur (PUS). Ambang batas lingkar Lengan Atas (LILA) pada WUS dengan risiko KEK adalah 23,5 cm, yang diukur dengan menggunakan pita ukur. Apabila LILA kurang dari 23,5 cm artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK dan sebaliknya apabila LILA lebih dari 23,5 cm berarti wanita itu tidak berisiko dan dianjurkan untuk tetap mempertahankan keadaan tersebut.

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keadaan KEK Pada Ibu Hamil
Makanan pada ibu hamil sangat penting, karena makanan merupakan sumber gizi yang dibutuhkan ibu hamil untuk perkembangan janin dan tubuhnya sendiri. Namun makanan yang dimakan oleh seorang ibu bukan satu-satinya factor yang mempengaruhi status gizi ibu hamil. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status gizi ibu hamil diantaranya adalah faktor sosial ekonomi, faktor Biologis, faktor pola Konsumsi dan Faktor perilaku ibu. (Notoatmodjo, 2008).

Faktor Sosial Ekonomi
Faktor sosial ekonomi ini terdiri dari:
a.Pendapatan Keluarga
b.Pendidikan Ibu
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, pembuatan cara mendidik. Kemahiran menyerap pengetahuan akan meningkat sesuai dengan meningkatnya pendidikan seseorang dan kemampuan ini berhubungan erat dengan sikap seseorang terhadap pengetahuan yang diserapnya.
Pendidikan ibu adalah pendidikan formal ibu yang terakhir yang ditamatkan dan mempunyai ijazah dengan klasifikasi tamat SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi dengan diukur dengan cara dikelompokkan dan dipresentasikan dalam masing-masing klasifikasi (Depdikbud, 1997).
c.Status Perkawinan
Status Perkawinan ibu dibedakan menjadi: Kawin adalah status dari mereka yang terikat dalam perkawinan pada saat pencacahan, baik tinggal bersama maupun terpisah. Dalam hal ini tidak saja mereka yang kawin sah, secara hukum (adat, agama, negara dan sebagainya) tetapi juga mereka yang hidup bersama dan oleh masyarakat sekelilingnya dianggap sebagai suami istri. Cerai hidup adalah status dari mereka yang hidup berpisah sebagai suami istri karena bercerai dan belum kawin lagi. Cerai mati adalah status dari mereka yang suami/istrinya telah meninggal dunia dan belum kawin lagi.

Faktor Biologis
Faktor biologis ini diantaranya terdiri dari :
a.Usia Ibu Hamil
Melahirkan anak pada usia ibu yang muda atau terlalu tua mengakibatkan kualitas janin/anak yang rendah dan juga akan merugikan kesehatan ibu. (Baliwati, 2004 : 3). Karena pada ibu yang terlalu muda (kurang dari 20 tahun) dapat terjadi kompetisi makanan antara janin dan ibunya sendiri yang masih dalam masa pertumbuhan dan adanya perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan (Soetjiningsih, 1995 : 96). Sehingga usia yang paling baik adalah lebih dari 20 tahun dan kurang dari 35 tahun, sehingga diharapkan status gizi ibu hamil akan lebih baik.
b.Jarak Kehamilan
Ibu dikatakan terlalu sering melahirkan bila jaraknya kurang dari 2 tahun. Penelitian menunjukkan bahwa apabila keluarga dapat mengatur jarak antara kelahiran anaknya lebih dari 2 tahun maka anak akan memiliki probabilitas hidup lebih tinggi dan kondisi anaknya lebih sehat dibanding anak dengan jarak kelahiran dibawah 2 tahun. (Aguswilopo, 2004 : 5). Jarak melahirkan yang terlalu dekat akan menyebabkan kualitas janin/anak yang rendah dan juga akan merugikan kesehatan ibu. Ibu tidak memperoleh kesempatan untuk memperbaiki tubuhnya sendiri (ibu memerlukan energi yang cukup untuk memulihkan keadaan setelah melahirkan anaknya). Dengan mengandung kembali maka akan menimbulkan masalah gizi ibu dan janin/bayi berikut yang dikandung. (Baliwati, 2004 : 3).
c. Paritas
Paritas adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viable). (Mochtar, 1998). Paritas diklasifikasikan sebagai berikut:
a.Primipara adalah seorang wanita yang telah pernah melahirkan satu kali dengan janin yang telah mencapai batas viabilitas, tanpa mengingat janinnya hidup atau mati pada waktu lahir.
b.Multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami dua atau lebih kehamilan yang berakhir pada saat janin telah mencapai batas viabilitas.
c.Grande multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami lima atau lebih kehamilan yang berakhir pada saat janin telah mencapai batas viabilitas.

Faktor Pola Konsumsi
Upaya mencapai status gizi masyarakat yang baik atau optimal dimulai dengan penyediaan pangan yang cukup. Penyediaan pangan yang cukup diperoleh
melalui produksi pangan dalam negeri yaitu upaya pertanian dalam menghasilkan bahan makanan pokok, lauk-pauk, sayur-sayuran, dan buah-buahan (Almatsier, 2003: 13), Pola konsumsi ini juga dapat mempengaruhi status kesehatan ibu, dimana pola konsumsi yang kurang baik dapat menimbulkan suatu gangguan kesehatanatau penyakit pada ibu. Penyakit infeksi dapat bertindak sebagai pemula terjadinya kurang gizi sebagai akibat menurunya nafsu makan, adanya gangguan penyerapan dalam saluran pencernaan atau peningkatan kebutuhan zat gizi oleh adanya penyakit. Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang jelek dapat mempermudah infeksi. (Supariasa, 2002: 187)

Faktor Prilaku
Faktor perilaku ini terdiri dari kebiasaan yang sering dilakukan ibu diantaranya yaitu kebiasaan merokok dan mengkonsumsi cafein, Kafein adalah zat kimia yang berasal dari tanaman yang dapat menstimulasi otak dan system syaraf. Kafein bukan merupakan salah satu zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, karena efek yang ditimbulakan kafein lebih banyak yang negative dari pada positifnya salah satunya adalah gangguan pencernaan. Dengan adanya gangguan pencernaan makanan maka akan menghambat penyerapan zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dan janin.


Baca Selengkapnya - Kurang Energi Kronis (KEK) Pada Ibu Hamil

Askep Anak dengan Marasmus

»Askep Anak dengan Marasmus

PENGERTIAN

• Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).
• Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi, 2001:196).
• Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212).
• Zat gizi adalah zat yang diperoleh dari makanan dan digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan, pertahanan dan atau perbaikan. Zat gizi dikelompokkan menjadi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. (Arisman, 2004:157).
• Energi yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat gizi yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung dalam makanan yang kita konsumsi.
• Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi, disamping membantu pengaturan metabolisme protein. Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang penting bagi tubuh untuk :
1. Mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma protein.
2. Sebagai cadangan protein tubuh.
3. Mengontrol perdarahan (terutama dari fibrinogen).
4. Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu.
5. Sebagai antibodi dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin.
Dalam darah ada 3 fraksi protein, yaitu : Albumin, globulin, fibrinogen.

ETIOLOGI
• Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999).
• Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).

PATOFISIOLOGI
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).

MANIFESTASI KLINIK
Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit. (Nelson,1999).

Selain itu manifestasi marasmus adalah sebagai berikut :
1. Badan kurus kering tampak seperti orangtua
2. Lethargi
3. Irritable
4. Kulit keriput (turgor kulit jelek)
5. Ubun-ubun cekung pada bayi
6. Jaingan subkutan hilang
7. Malaise
8. Kelaparan
9. Apatis

PENATALAKSANAAN
1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
3. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.
4. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan, kaji tanda-tanda vital.

Penanganan KKP berat
Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal dan rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.
Upaya pengobatan, meliputi :
- Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemi, hipotermi, dehidrasi.
- Pencegahan jika ada ancamanperkembangan renjatan septik
- Pengobatan infeksi
- Pemberian makanan
- Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain, seperti kekurangan vitamin, anemia berat dan payah jantung.

Menurut Arisman, 2004:105
- Komposisi ppemberian CRO (Cairan Rehidrasi Oral) sebanyak 70-100 cc/kg BB biasanya cukup untuk mengoreksi dehidrasi.
- Cara pemberian dimulai sebanyak 5 cc/kg BB setiap 30 menit selama 2 jam pertama peroral atau NGT kemudian tingkatkan menjadi 5-10 cc/kg BB/ jam.
- Cairan sebanyak itu harus habis dalam 12 jam.
- Pemberian ASI sebaiknya tidak dihentikan ketika pemberian CRO/intravena diberikan dalam kegiatan rehidrasi.
- Berika makanan cair yang mengandung 75-100 kkal/cc, masing-masing disebut sebagai F-75 dan F-100.

Menurut Nuchsan Lubis
Penatalaksanaan penderita marasmus yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap, yaitu :
1. Tahap awal :24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan IV.
- cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glukosa atau Ringer Laktat Dextrose 5%.
- Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama.
- Kemudian 140ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
- Cairan diberikan 200ml/kg BB/ hari.
2. Tahap penyesuaian terhadap pemberian makanan
- Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/ kg BB/ hari atau rata-rata 50 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 1-1,5 gr/ kg BB/ hari.
- Kemudian dinaikkan bertahap 1-2 hari hingga mencapai 150-175 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 3-5 gr/ kg BB/ hari.
- Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengukur TB dan BB
b. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam meter)
c. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
d. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak).
2. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin.

FOKUS INTERVENSI
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang). (Wong, 2004)
Tujuan :
Pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil :
meningkatkan masukan oral.
Intervensi :
a. Dapatkan riwayat diet
b. Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat makan
c. Minta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi menyenangkan
d. Gunakan alat makan yang dikenalnya
e. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan dan memuji anak untuk makan mereka
f. Sajikan makansedikit tapi sering
g. Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare. (Carpenito, 2001:140)
Tujuan :
Tidak terjadi dehidrasi
Kriteria hasil :
Mukosa bibir lembab, tidak terjadi peningkatan suhu, turgor kulit baik.
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda dehidrasi
b. Monitor jumlah dan tipe masukan cairan
c. Ukur haluaran urine dengan akurat

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik. (Doengoes, 2000).
Tujuan :
Tidak terjadi gangguan integritas kulit
Kriteria hasil :
kulit tidak kering, tidak bersisik, elastisitas normal
Intervesi :
a. Monitor kemerahan, pucat,ekskoriasi
b. Dorong mandi 2xsehari dan gunakan lotion setelah mandi
c. Massage kulit Kriteria hasilususnya diatas penonjolan tulang
d. Alih baring

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
Tujuan :
Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil:
suhu tubuh normal 36,6 C-37,7 C,lekosit dalam batas normal

Intervensi :
a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
b. Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien bersih/steril
c. Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan keluarga dalam prosedur kontrol infeksi
d. Beri antibiotik sesuai program

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi (Doengoes, 2004)
Tujuan :
pengetahuan pasien dan keluarga bertambah
Kriteria hasil:
Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup,mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala.
Intervensi :
a. Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasien
b. Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi
c. Dorong konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuat
d. Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien

6. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnyakemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat. (Carpenito, 2001:157).
Tujuan :
Anak mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.
Kriteria hasil :
Terjadi peningkatan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognitif atau aktifitas motorik sesuai dengan usianya.
Intervensi :
a. Ajarkan pada orangtua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok usia.
b. Kaji tingkat perkembangan anak dengan Denver II
c. Berikan kesempatan bagi anak yang sakit memenuhi tugas perkembangan
d. Berikan mainan sesuai usia anak.

7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat malnutrisi. (Carpenito, 2001:3)
Tujuan :
Anak mampu beraktifitas sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil :
Menunjukkan kembali kemampuan melakukan aktifitas.
Intervensi :
a. Berikan permainan dan aktifitas sesuai dengan usia
b. Bantu semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluarga pasien

8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi). (Carpenio, 2001:143).
Tujuan :
Kelebihan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Menyebutkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema, memperlihatkan penurunan edema perifer dan sacral.
Intervensi :
a. Pantau kulit terhadap tanda luka tekan
b. Ubah posisi sedikitnya 2 jam
c. Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan.

Baca Selengkapnya - Askep Anak dengan Marasmus

Marasmus

»Marasmus
Marasmus

Pengertian


Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).

Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi, 2001:196).

Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212)


Etiologi

Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999).

Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).


Manifestasi Klinis

Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit. (Nelson,1999).


Penatalaksanaan
  1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.

  2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.

  3. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.

  4. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan, kaji tanda-tanda vital.
Baca Selengkapnya - Marasmus

Pemeriksaan Antropometri

»Pemeriksaan Antropometri

Pemeriksaan Antropometri
Antropometri menurut Hinchiliff (1999) adalah pengukuran tubuh manusia dan bagian-bagiannya dengan maksud untuk membandingkan dan menentukan norma-norma untuk jenis kelamin,usia, berat badan, suku bangsa dll. Antropometri dilakukan pada anak-anak untuk menilai tumbuh kembang anak sehingga dapat ditentukan apakah tumbuh kembang anak berjalan normal atau tidak. Ketepatan dan ketelitian pengukuran sangat penting dalam menilai pertumbuhan secara benar. Kesalahan atau kelalaian dalam cara pengukuran akan mempengaruhi hasil pengamatan. Adapun cara pengukurannya adalah sebagai berikut :
A. Pengukuran Berat Badan
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat timbangan
yang harus ditera secara berkala. Jenis alat timbangan sesuai dengan umur anak.

B. Pengukuran tinggi badan
Pada anak dibawah usia lima tahun dilakukan secara berbaring .Pengukuran dilakukan dari telapak kaki sampai ujung puncak kepala. Jika pengukuran dilakukan saat berdiri maka posisi anak harus berdiri tegak lurus, sehingga tumit, bokong dan bagian atas punggung terletak pada dalam 1 garis vertical, sedangkan liang telinga dan bagian bawah orbita membentuk satu garis horizontal.
C. Pengukuran lingkar kepala
Pengukuran ini terutama dilakukan pada bayi sampai umur 3 tahun. Pada anak lebih dari 3 tahun bukan mnerupakan pemeriksan yang rutin. Pita ukur diletakkan pada oksiput melingkar ke arah supraorbita dan glabela.
D. Pengukuran lingkar dada
Dilakukan pada bayi/anak dalam keadaan bernafas biasa dengan titik ukur pada areola mammae.
E. Pengukuran lingkar perut
Pengukuran dimulai dari umbilicus melingkar kearah punggung sehingga membentuk bidang yang tegak lurus pada poros tubuh bayi/anak


http://askep-askeb.cz.cc/
Baca Selengkapnya - Pemeriksaan Antropometri

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN IBU MEMBERIKAN 5 (LIMA) IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYINYA (ANALISIS KUALITATIF)

»FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN IBU MEMBERIKAN 5 (LIMA) IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYINYA (ANALISIS KUALITATIF)
KTI KEBIDANAN:
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN IBU MEMBERIKAN 5 (LIMA) IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYINYA (ANALISIS KUALITATIF)

Kesehatan merupakan masalah yang penting dalam sebuah keluarga, terutama yang berhubungan dengan bayi dan anak. Mereka merupakan harta yang paling berharga sebagai titipan Tuhan Yang Maha Esa, juga dikarenakan kondisi tubuhnya yang mudah sekali terkena penyakit. Oleh karena itu, bayi dan anak merupakan prioritas pertama yang harus dijaga kesehatannya.

Pemerintah mewajibkan setiap anak untuk mendapatkan imunisasi dasar terhadap tujuh macam penyakit yaitu penyakit TBC, Difteria, Tetanus, Batuk Rejan (Pertusis), Polio, Campak (Measles, Morbili) dan Hepatitis B, yang termasuk dalam Program Pengembangan Imunisasi (PPI) meliputi imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B. Imunisasi lain yang tidak diwajibkan oleh pemerintah tetapi tetap dianjurkan antara lain terhadap penyakit gondongan (mumps), rubella, tifus, radang selaput otak (meningitis), HiB, Hepatitits A, cacar air (chicken pox, varicella) dan rabies.

Kendala utama untuk keberhasilan imunisasi bayi dan anak dalam sistem perawatan kesehatan yaitu rendahnya kesadaran yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan dan tidak adanya kebutuhan masyarakat pada imunisasi, jalan masuk ke pelayanan imunisasi tidak adekuat, melalaikan peluang untuk pemberian vaksin dan sumber-sumber yang adekuat untuk kesehatan masyarakat dan program pencegahannya.

Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting. Karenanya suatu pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut. Dalam hal ini peran orang tua, khususnya ibu menjadi sangat penting, karena orang terdekat dengan bayi dan anak adalah ibu. Demikian juga tentang pengetahuan, kepercayaan, dan perilaku kesehatan ibu. Pengetahuan, kepercayaan, dan perilaku kesehatan seorang ibu akan mempengaruhi kepatuhan pemberian imunisasi dasar pada bayi dan anak, sehingga dapat mempengaruhi status imunisasinya. Masalah pengertian, pemahaman dan kepatuhan ibu dalam program imunisasi bayinya tidak akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan dan pengetahuan yang memadai tentang hal itu diberikan.

lihat semua DAFAR KTI LENGKAP dalam DOKUMEN WORD (.doc)
KLIK DISINI

Baca Selengkapnya - FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN IBU MEMBERIKAN 5 (LIMA) IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYINYA (ANALISIS KUALITATIF)

FAKTOR PENYEBAB SUAMI MEMILIH ALAT KONTRASEPSI VASEKTOMI DAN TIDAK MEMILIH ALAT KONTRASEPSI VASEKTOMI (ANALISIS KUALITATIF)

»FAKTOR PENYEBAB SUAMI MEMILIH ALAT KONTRASEPSI VASEKTOMI DAN TIDAK MEMILIH ALAT KONTRASEPSI VASEKTOMI (ANALISIS KUALITATIF)
KTI KEBIDANAN
FAKTOR PENYEBAB SUAMI MEMILIH ALAT KONTRASEPSI VASEKTOMI DAN TIDAK MEMILIH ALAT KONTRASEPSI VASEKTOMI (ANALISIS KUALITATIF)

Perkembangan penduduk saat ini terus mengalami peningkatan yang begitu pesat. Kesadaran dunia tentang bahaya pertumbuhan penduduk yang besar dan cepat telah mengundang pemimpin dunia untuk mempersoalkan penduduk dunia yang makin membahayakan, dunia semakin sempit pada hari hak asasi manusia 1967 dengan inti bahwa persoalan penduduk setiap negara merupakan masalah vital dalam kaitan dengan tujuan pembangunan untuk meningkatkan martabat manusia.vasektomi adalah operasi sederhana untuk memotong saluran kecil pembawa sperma dari kantongnya (zakar) ke penis.
Di wilayah Propinsi Lampung saat ini pengguna vasektomi sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari target BKKBN program vasektomi hingga september 2007 sebanyak 1100 akseptor yang tercapai 887 akseptor.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran secara mendalam mengenai faktor penyebab suami memilih alat kontrasepsi vasektomi dan suami tidak memilih alat kontrasepsi vasektomi di wilayah Kec. Metro selatan tahun 2009.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan penerapan pendekatan kualitatif, subjek penelitian yaitu suami pengguna alat kontrasepsi vasektomi dan suami yang tidak menggunakan alkon vasektomi. Sedangkan objek penelitiannya adalah Faktor penyebab suami memilih alat kontrasepsi vasektomi dan suami tidak memilih alat kontrasepsi vasektomi.. Total populasi pada penelitian ini yaitu suami yang menggunakan vasektomi di Metro Timur yang berjumlah 4 orang dan suami yang tidak memakai vasektomi sebanyak 1.946 orang, sedangkan sampel yang diambil adalah 4 responden dengan teknik. non probabilitas. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini terdiri dari panduan wawancara mendalam (in-depth interview guidelines). Alat lain yang digunakan adalah alat perekam (tape recorder) dan alat tulis.
Hasil penelitian serta kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi suami memilih dan tidak memilih vasektomi meliputi faktor pengetahuan, sikap, adat-agama, dukungan istri/keluarga, dan sikap petugas kesehatan.

Kata Kunci
: Faktor penyebab, suami, alat kontrasepsi vasektomi.

lihat semua DAFAR KTI LENGKAP dalam DOKUMEN WORD (.doc)
KLIK DISINI

Baca Selengkapnya - FAKTOR PENYEBAB SUAMI MEMILIH ALAT KONTRASEPSI VASEKTOMI DAN TIDAK MEMILIH ALAT KONTRASEPSI VASEKTOMI (ANALISIS KUALITATIF)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP REMAJA TENTANG SEKS PRANIKAH DI PONDOK PESANTREN DINIYAH PUTRI XXXXX (ANALISIS KUALITATIF)

»FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP REMAJA TENTANG SEKS PRANIKAH DI PONDOK PESANTREN DINIYAH PUTRI XXXXX (ANALISIS KUALITATIF)
KTI KEBIDANAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP REMAJA TENTANG SEKS
PRANIKAH DI PONDOK PESANTREN DINIYAH PUTRI XXXXX
(ANALISIS KUALITATIF)


Remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial dan budaya. Cirinya adalah alat reproduksi mulai berfungsi, libido mulai muncul, intelegensi mencapai puncak perkembangannya, emosi sangat labil, kesetiakawanan yang kuat terhadap teman sebaya dan belum menikah. Kondisi yang belum menikah menyebabkan remaja secara sosial budaya termasuk agama dianggap belum berhak atas informasi dan edukasi apalagi pelayanan medis untuk kesehatan reproduksi (Sarlito, 1998). Dengan masuknya remaja ke dalam dunia hubungan sosial yang luas maka mereka tidak saja harus mulai adaptasi dengan norma perilaku sosial tetapi juga sekaligus dihadapkan dengan munculnya perasaan dan keinginan seksual ( Djoko Hartono 1998 ).

Dorongan perasaan dan keinginan seksual cukup pesat pada remaja dapat mengakibatkan remaja menjadi rentan terhadap pengaruh buruk dari luar yang mendorong timbulnya perilaku seksual yang beresiko tinggi. Pengaruh buruk tersebut dapat berupa informasi-informasi yang salah tentang hubungan seksual, misalnya film-film, buku-buku, dan lainnya. Hal tersebut dapat mendorong remaja untuk berprilaku seksual aktif (melakukan hubungan intim sebelum menikah), yang mempunyai resiko terhadap remaja itu sendiri. Resiko tersebut dapat berupa kehamilan remaja dengan berbagai konsekuensi psikologi seperti putus sekolah, rasa rendah diri, kawin muda, dan perceraian dini. Selain itu, resiko lain yang dihadapi dari perilaku seksual aktif tersebut adalah abortus, penyakit menular, gangguan saluran reproduksi pada masa berikutnya (tumor), dan berbagai gangguan serta tekanan psikoseksual/sosial di masa lanjut yang timbul akibat hubungan seksual remaja pranikah (Badan Kependudukan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kota Metro, 2006).

Dengan terus berkembangnya teknologi, maka informasi yang salah tentang seksual mudah sekali didapatkan oleh para remaja, sehingga media massa dan segala hal yang bersifat pornografis akan menguasai pikiran remaja yang kurang kuat dalam menahan pikiran emosinya, karena mereka belum boleh melakukan hubungan seks yang sebenarnya yang disebabkan adanya norma-norma, adat, hukum dan juga agama. Semakin sering seseorang tersebut berinteraksi atau berhubungan dengan pornografi maka akan semakin beranggapan positif terhadap hubungan seks secara bebas demikian pula sebaliknya, jika seseorang tersebut jarang berinteraksi dengan pornografi maka akan semakin beranggapan negatif terhadap hubungan seks secara bebas. Apabila anak remaja sering dihadapkan pada hal-hal yang pornografi baik berupa gambar, tulisan, atau melihat aurat, kemungkinan besar dorongan untuk berhubungan secara bebas sangat tinggi, bisa lari ketempat pelacuran atau melakukan dengan teman sendiri. Hal-hal yang merugikan dari perilaku terhadap seks bebas tidak akan terjadi, apabila individu memiliki kesadaran bertanggung jawab yang kuat. Dan bila remaja dihadapkan pada rangsangan sosial yang tidak baik seperti seks bebas maka remaja akan dapat menentukan sikap yang tepat yaitu sikap yang negatif atau tidak mendukung perilaku terhadap seks bebas, sebaliknya bila remaja memiliki sikap dengan tanggung jawab yang rendah maka terbentuklah pribadi yang lemah sehingga mudah terjerumus pada pergaulan yang salah sehingga berlanjut kepada perilaku sek bebas (http://www.balipost.co.id, 2009).

Perilaku seks bebas di dunia saat ini terus mengalami peningkatan yang sangat pesat. Pitchkal (2002) melaporkan bahwa di AS, 25% anak perempuan berusia 15 tahun dan 30% anak laki-laki usia 15 tahun telah berhubungan intim. Di Inggris, lebih dari 20% anak perempuan berusia 14 tahun rata-rata telah berhubungan seks dengan tiga laki-laki. Di Spanyol, dalam survei yang dilakukan tahun 2003, 94,1% pria hilang keperjakaannya pada usia 18 tahun dan 93,4% wanita hilang keperawanannya pada usia 19 tahun.

Beberapa hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa perilaku seks pranikah di kalangan remaja mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Survey terhadap pelajar SMU di Jakarta dan Surabaya menyebutkan terjadinya peningkatan presentase seks pranikah dari tahun 1997-1999. 9 % remaja putra dan 1 % remaja putri di Jakarta telah melakukan hubungan seks pranikah pada tahun 1997, dan angka ini mengalami peningkatan menjadi 23 % remaja putra dan 4 % remaja putri pada tahun 1999 dalam “Remaja,”2001). Sementara hasil penelitian yang dilakukan Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan-Pusat Pelatihan Bisnis Humaniora Yogyakarta pada tahun 1999-2002 terhadap 1660 mahasiswi Yogyakarta menemukan bahwa 97,05 % responden telah kehilangan kegadisannya dalam masa kuliah (http://lib.atmajaya.ac.id , 2009).

Sebuah survei terbaru terhadap 8084 remaja laki-laki dan remaja putri usia 15-24 tahun di 20 kabupaten pada empat propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung) menemukan 46,2% remaja masih menganggap bahwa perempuan tidak akan hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seks. Kesalahan persepsi ini sebagian besar diyakini oleh remaja laki-laki (49,7%) dibandingkan pada remaja putri (42,3%). Dari survei yang sama juga didapatkan bahwa hanya 19,2% remaja yang menyadari peningkatan risiko untuk tertular PMS bila memiliki pasangan seksual lebih dari satu. 51% mengira bahwa mereka akan berisiko tertular HIV hanya bila berhubungan seks dengan pekerja seks komersial (PSK) (http://www.kesrepro.info, 2009).

Penelitian lain yang dilakukan tahun 2005-2006 menunjukkan di kota-kota besar mulai Jabotabek, Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar, 47,54 persen remaja mengaku melakukan hubungan seks sebelum nikah. Namun, hasil survey terakhir tahun 2008 meningkat menjadi 63 persen

Mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan seksual pranikah, survei MCR-PKBI Jabar membagi dalam 8 faktor. Berdasar jawaban yang masuk, faktor sulit mengendalikan dorongan seksual menduduki peringkat tertinggi, yakni 63,68%. Selanjutnya, faktor kurang taat menjalankan agama (55,79%), rangsangan seksual (52,63%), sering nonton blue film (49,47%), dan tak ada bimbingan orangtua (9,47%). Tiga faktor terakhir yang turut menyumbang hubungan seksual pranikah adalah pengaruh tren (24,74%), tekanan dari lingkungan (18,42%), dan masalah ekonomi (12,11). (http://www.tempointeractive.com, 2009)

lihat semua DAFAR KTI LENGKAP dalam DOKUMEN WORD (.doc)
KLIK DISINI
Baca Selengkapnya - FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP REMAJA TENTANG SEKS PRANIKAH DI PONDOK PESANTREN DINIYAH PUTRI XXXXX (ANALISIS KUALITATIF)

KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN PARTUS LAMA DI RS XXXXX

»KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN PARTUS LAMA DI RS XXXXX
KTI KEBIDANAN
KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN PARTUS LAMA DI RS XXXXX

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih 307 per 100.000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal dunia karena berbagai sebab. Penyebab kematian ibu 90% disebabkan oleh salah satunya partus lama. Persalinan lama/kasep merupakan masalah besar di Indonesia karena pertolongan di daerah pedesaan masih dilakukan oleh dukun. Sesungguhnya tragedi kematian ibu tidak perlu terjadi karena lebih dari 80% kematian ibu sebenarnya dapat dicegah melalui kegiatan yang efektif, yaitu melalui pemeriksaan kehamilan untuk mendeteksi adanya faktor-faktor penyulit persalinan.

Penelitian ini adalah penelitian Deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik ibu yang bersalin dengan partus lama. Data yang dikumpulkan adalah data skunder dari 34 sampel dengan menggunakan format pengumpulan data. Analisa data menggunakan statistik sederhana dengan persentasi.

Berdasarkan hasil hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa karakteristik ibu yang bersalin dengan partus lama paling banyak pada umur 20 – 35 tahun yaitu sebanyak 82,4%, multigravida sebanyak 50%, ibu rumah tangga sebanyak 73,5%, partus lama yang disebabkan oleh kelainan his sebanyak 61,8% dan mal posisi sebanyak 14,71%.

Kesimpulan dari penelitian ini karakteristik ibu yang bersalin dengan partus lama paling banyak disebabkan oleh kelainan his yakni sebesar 61,8%.

Dengan demikian perlu ditingkatkan kewaspadaan dan keterampilan khususnya kepada tenaga kesehatan dalam menghadapi komplikasi dalam persalinan khususnya partus lama.

Kata Kunci : Karakteristik, Ibu Berslin, Partus Lama.

lihat semua DAFAR KTI LENGKAP dalam DOKUMEN WORD (.doc)
KLIK DISINI
Baca Selengkapnya - KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN PARTUS LAMA DI RS XXXXX

KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN KEHAMILAN LEWAT WAKTU (POSTDATE) DI PUSKESMAS XXX

»KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN KEHAMILAN LEWAT WAKTU (POSTDATE) DI PUSKESMAS XXX
KTI KEBIDANAN
KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN KEHAMILAN
LEWAT WAKTU (POSTDATE) DI PUSKESMAS XXX

Saat kehamilan merupakan salah satu permasalahan bagi wanita terutama ibu hamil itu sendiri, sejak awal tahun 1990-an para pakar yang aktif dalam upaya safe motherhood mengatakan bahwa pendekatan resiko, yang mengelompokkan ibu hamil dalam kelompok tidak resiko dan beresiko.

Di Indonesia, berdasarkan perhitungan oleh BPS diperoleh AKI tahun 2007 sebesar 248/100.000 KH. Jika dibandingkan dengan AKI tahun 2002 sebesar 307/100.000 KH, AKI tersebut sudah jauh menurun, namun masih jauh dari target MDG 2015 (102/100.000 KH) sehingga masih memerlukan kerja keras dari semua komponen untuk mencapai target tersebut (http://www.depkes.go.id/)

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin (umur, pendidikan, paritas, sosial ekonomi, jenis persalinan dan berat badan bayi lahir) dengan kehamilan lewat waktu (postdate) di Puskesmas Sukadamai Kecamatan Natar Lampung Selatan pada tahun 2008.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan sampel yang menjadi subjek dalam penelitian adalah keseluruhan ibu bersalin dengan kehamilan post date di Puskesmas Sukadamai Kec. Natar Lampung Selatan tahun 2009 berjumlah 31 orang. Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan metode angket dengan alat ukur berupa lembar kuisioner.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapat hasil bahwa karakteristik ibu dengan kehamilan lewat waktu (postdate) berdasarkan tingkat umur di wilayah Puskesmas Sukadamai sebagian besar berumur 20-35 tahun (67,74%), tingkat pendidikan menamatkan SD (45,16%), paritas multipara (87,88%), sosial ekonomi sedang (77,42%), berat badan bayi yang dilahirkan 2,5 – 4 kg (67,42%), dan dengan jenis persalinan normal (48,39%).

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini yaitu karakteristik ibu dengan kehamilan lewat waktu (postdate) di wilayah kerja puskesmas sukadamai sebagian besar adalah berumur 20-35 tahun, multipara, sosial ekonomi sedang, BB bayi lahir 1,5-4 kg dan dengan persalinan normal.

Kata Kunci : Karakteristik Ibu Bersalin, Kehamilan Lewat Waktu (Postdate).

lihat semua DAFAR KTI LENGKAP dalam DOKUMEN WORD (.doc)
KLIK DISINI
Baca Selengkapnya - KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN KEHAMILAN LEWAT WAKTU (POSTDATE) DI PUSKESMAS XXX

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Penumothorak

»Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Penumothorak
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Penumothorak: "Definisi
Pneumothorax adalah adanya udara dalam rongga pleura. Pneumothorak dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. (British Thoracic Society 2003). Tension pneumothorax disebabkan karena tekanan positif pada saat udara masuk ke pleura pada saat inspirasi. Pneumothorak dapat menyebabkan cardiorespiratory distress dan cardiac arrest.

Tanda dan Gejala
Pasien dengan pneumo thorak memiliki gejala sebagai berikut:
nyeri dada – biasanya hanya terjadi pada satu sisi yang terkena
napas pendek
tachycardia

Gambaran Ancaman Terhadap Kehidupan
pada pasien ekstrim – pertimbangkan tension penumotorak
napas pendek
hypotensi
tachykardi
trachea berubah

ASSESSMENT
Pengkajian selalu menggunakan pendekatan ABCDE.
Airway
kaji dan pertahankan jalan napas
lakukan head tilt, chin lift jika perlu
gunakan alat bantu jalan napas jika perlu
petimbangkan untuk merujuk ke ahli anestesi untuk dilakukan intubasi jika tidak mampu mempertahankan jalan napas

Breathing
kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, pertahankan saturasi >92%
berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask
pertimbangkan untuk menggunakan bag-valve-mask ventilation
periksakan gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
kaji respiratory rate
periksa system pernapasan
cari tanda deviasi trachea, deviasi trachea merupakan tanda tension pneumothorak.

Circulation
kaji heart rate dan rhytem
catat tekanan darah
lakukan pemeriksaan EKG
lakukan pemasangan IV akses
lakukan pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit.

Disability
a. lakukan pengkajian tingkat kesadaran dengan menggnakan pendekatan AVPU
b. penurunan kesadaran merupakan tanda pertama pasien dalam perburukan dan membutuhkan pertolongan di ICU

Exposure
a. pada saat pasien stabil kaji riwayat kesehatan scara detail dan lakukan pemeriksaan fisik lainnya
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
Baca Selengkapnya - Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Penumothorak

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Gastroenteritis

»Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Gastroenteritis
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Gastroenteritis:

"Definisi

Gastroenteritis adalah diare dengan atau tanpa muntah yang disebabkan masuknya bakteri, virus atau toksin. Penyebabnya biasanya tidak. Akan tetapi makanan dan minuman yang terkontaminasi merupakan sumber utama infeksi. Beberapa organime yang memaikan peranan adalah:

  1. staphylococcus aureus – dari makananan dan minuman yang terkontaminasi dengan masa inkubasi 2–4 jam
  2. E coli – berasal dari daging dan susu dengan masa inkubasi 12 – 48 jam
  3. campylobacter jejuni – berasal dari daging dan susu dengan masa inkubasi 48 – 96 jam
  4. salmonella spp – berasal dari daging dan telur dengan masa inkubasi 12 – 48 jam
  5. rotavirus – mungkin disebabrkan dari makanan dan cairan dengan masasi 1 – 7 hari

Tanda dan Gejala

Tanda umum pada gastroenteritis adalah:

  1. diare
  2. muntah
  3. mual
  4. kram perut
  5. kelemahan
  6. demam

Pengkajian

Selalu menggunakan pendekatan ABCDE.

Airway

  1. pantikan kepatenan jalan napas
  2. siapkan alat bantu untuk menolong jalan napas jika perlu
  3. jika terjadi perburukan jalan napas segera hubungi ahli anestesi dan bawa ke ICU

Breathing

  1. kaji respiratory rate
  2. kaji saturasi oksigen
  3. berikan oksigen jika ada hypoksia untuk mempertahankan saturasi > 92%
  4. auskultasi dada
  5. lakukan pemeriksaan rontgent

Circulation

  1. kaji denyut jantung
  2. monitor tekanan darah
  3. kaji lama pengisian kapiller
  4. pasang infuse, berikan ciaran jika pasien dehidrasi
  5. periksakan dara lengkap, urin dan elektrolit
  6. catat temperature
  7. lakukan kultur jika pyreksia
  8. lakukan monitoring ketat
  9. berikan cairan per oral
  10. jika ada mual dan muntah, berikan antiemetik IV.


Disability

  1. kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU

Exposure

  1. kaji riwayat sedetil mungkin
  2. kaji makanan dan minuman yang dikonsumsi sebelumnya
  3. kaji tentang waktu sampai adanya gejala
  4. kaji apakah ada anggota keluarga atau teman yang terkena
  5. apakah sebelumnya baru mengadakan perjalanan?
  6. Lakukan pemeriksaan abdomen
  7. Lakukan pemeriksaan roentgen abdominal
  8. Ambil samper feses untuk pemeriksan mikroskopi, kultur dan sensitivitas
  9. Berikan anti diare seperi codein atau loperamide sampai hasil kultur diketahui
  10. Jangan dulu berikan antibiotic sampai dengan hasil kultur diketahui
  11. Laporkan jika mengalami keracunanan makanan
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
Baca Selengkapnya - Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Gastroenteritis

Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian kapsul vitamin A di kelurahan

»Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian kapsul vitamin A di kelurahan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah gizi yang utama di Indonesia adalah kurang kalori protein (KKP), kekurangan vitamin A yang dapat mengakibatkan xeropthalmia (sakit mata karena kekurangan vitamin A) misalnya rabun senja dan kebutaan. Disamping itu masalah kekurangan vitamin A merupakan masalah terpenting kedua yang perlu diatasi, karena hal ini melanda penderita yang luas jangkauan, terutama anak-anak balita. (Winarno, 1995)
Hasil survei nasional xeropthalmia telah menurun dengan tajam 1,3% pada tahun 1978 menjadi 0,33 pada tahun 1992. Dari prevalensi tersebut masalah kurang vitamin A sudah tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat lagi. Namun demikian di beberapa propinsi masih menunjukkan prevalensi yang cukup tinggi seperti di Sulawesi Selatan 2,9% maluku 0,8% dan Sulawesi Tenggara 0,6%. (Depkes. RI., 2000)
Masalah kurang vitamin A subklinis dibeberapa propinsi masih cukup memprihatinkan, karena 50% Balita masih mempunyai status vitamin A rendah. Kurang vitamin A akan mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakit yang berpengaruh pada kelangsungan hidup anak. Penanggulangan masalah kurang vitamin A saat ini bukan hanya untuk mencegah kebutaan, tetapi juga dikaitkan dengan upaya memacu pertumbuhan dan kesehatan anak guna menunjang penurunan angka kematian bayi dan berpotensi terhadap peningkatan produktifitas kerja orang dewasa. (Depkes. RI., 2000)
Strategi penanggulangan kurang vitamin A masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi, yang diberikan pada bayi (6–11 bulan), balita (1–5 tahun) dan ibu nifas. Berdasarkan laporan tahun 1998/1999, cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita masih di bawah 70% (Depkes. RI., 2000).
Situasi tidak tercapainya cakupan program pemberian kapsul vitamin A pada anak balita terjadi di sejumlah puskesmas di Kota Bandar Lampung pada tahun 2003 menunjukkan cakupan program pemberian kapsul vitamin A tidak mencapai terget 80 % (Propil Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, 2003).
Berdasarkan data prasurvey yang dilakukan penulis di salah satu puskesmas di Kota Bandar Lampung yaitu wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah didapat data tentang jumlah anak balita yang mendapat kapsul vitamin A pada tahun 2003 adalah sebagai berikut :
Tabel 1 : Persentasi Cakupan Program Pemberian Kapsul Vitamin A di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Sawah Tahun 2003

No Kelurahan Jumlah
Anak Balita Jumlah yang mendapat Vit A Target (%) Realisasi (%)
1
2
3
4
5
6
7 Sawah Brebes
Tanjung Agung
Sawah lama
Kebon Jeruk
Kedamaian
Campang Raya
Jaga Baya I 942
733
620
712
1141
601
133 627
488
431
483
844
418
97 80
80
80
80
80
80
80 66,5
66,6
69,4
67,6
73,9
69,5
72,3
Jumlah 4882 3388 80 69,4
Sumber Data : Laporan Bulanan Puskesmas Kampung Sawah.
Berdasarkan data yang diperoleh di atas dapat disimpulkan bahwa anak balita yang mendapatkan kapsul vitamin A belum optimal di wilayah kerja Puskesmas kampung sawah tahun 2003 sebanyak 3.388 (69,4%) anak balita dari 4.882 jumlah anak balita yang ada, sedangkan di Kelurahan Sawah Brebes yang mendapatkan kapsul vitamin A 627 (66,5%) dari 942 anak balita yang ada, sehingga penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian kapsul Vitamin A di Kelurahan Sawah Brebes wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah Bandar Lampung.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : “Faktor-faktor apa yang mempengaruhi ibu dalam pemberian kapsul vitamin A di Kelurahan Sawah Brebes wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah Bandar Lampung ?

DOWNLOAD KLIK DISINI:
Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian kapsul vitamin A di kelurahan
Baca Selengkapnya - Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian kapsul vitamin A di kelurahan

Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di posyandu

»Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di posyandu
Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di posyandu

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan bidang kesehatan merupakan bagian interaksi dari pembangunan nasional yang secara keseluruhan perlu digalakkan pula. Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk atau individu agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dan sejahtera (Depkes RI, 2003).
Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya, melakukan pembinaan kesehatan anak sejak dini melalui kegiatan kesehatan ibu dan anak. Pembinaan kesehatan anak usia dini, sejak masih dalam kandungan hingga usia balita ditujukan untuk melindungi anak dari ancaman kematian dan kesakitan yang dapat membawa cacat serta untuk membina, membekali dan memperbesar potensinya untuk menjadi manusia tangguh (Depkes RI, 1999).
Pemantauan pertumbuhan (growth monitoring) merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus (berkesinambungan) dan teratur. Dengan pemantauan pertumbuhan, setiap ada gangguan keseimbangan gizi pada seorang anak akan dapat diketahui secara dini melalui perubahan pertumbuhannya. Dengan diketahuinya gangguan gizi secara dini maka tindakan penanggulangannya dapat dilakukan dengan segera, sehingga keadaan gizi yang memburuk dapat dicegah (Dinkes Propinsi Lampung, 2004).
Upaya penggerakan masyarakat dalam keterpaduan ini digunakan pendekatan melalui Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD), yang pelaksanaannya secara operasional dibentuk Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Pos Pelayanan Terpadu merupakan wadah titik temu antara pelayanan profesional dari petugas kesehatan dan peran serta masyarakat dalam menanggulangi masalah kesehatan masyarakat, terutama dalam upaya penurunan angka kematian bayi dan angka kelahiran (Depkes RI, 2003).
Kegiatan bulanan di Posyandu merupakan kegiatan rutin yang bertujuan untuk memantau pertumbuhan berat badan balita dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS), memberikan konseling gizi dan memberikan pelayanan gizi dan kesehatan dasar. Untuk tujuan pemantauan pertumbuhan balita dilakukan penimbangan balita setiap bulan (Dinkes Lampung, 2004).
Semua informasi yang diperlukan untuk pemantauan pertumbuhan balita bersumber dari data berat badan hasil penimbangan balita. Bulan yang diisikan kedalam KMS untuk dinilai naik (N) atau tidak naik (T) pertumbuhan balita.
Ibu yang tidak menimbang balitanya ke Posyandu dapat menyebabkan tidak terpantaunya pertumbuhan dan perkembangan balita. Balita yang tidak ditimbang berturut-turut beresiko keadaan gizinya memburuk sehingga mengalami gangguan pertumbuhan (Depkes RI, 2006).
Angka kematian bayi dan balita pada tahun 1997 mencapai 35 per 1000 kelahiran hidup dan 58 per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2006 angka kematian bayi dan balita mencapai 26 per 1000 kelahiran hidup dan 46 per 1000 kelahiran hidup, hal ini menunjukkan bahwa angka kematian bayi dan balita di Indonesia berhasil di turunkan, namun pencapaian penurunan masih jauh dari yang di harapkan (Depkes, 2003). Depkes menargetkan pada tahun 2009 AKB menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup (Depkes, 2006).
Berdasarkan hasil perhitungan data Sensus Nasional 2006, jumlah balita di Lampung sebanyak 165.347. Balita yang mempunyai gizi baik sebanyak 165.160 balita sedangkan yang menderita gizi buruk sebanyak 187 target pencapaian balita gizi buruk yang mendapat perawatan 100% jadi target yang belum dicapai 0,11% (Dinkes Propinsi Lampung, 2006). Menurut profil kesehatan Propinsi Lampung 2006 gizi kurang dapat berdampak meningkatnya angka kematian balita (0 – 5 tahun per 1000 kelahiran hidup). AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan balita.
Indikator yang digunakan untuk memantau pertumbuhan balita adalah D/S dan N/D. Pada tahun 2002 cakupan penimbangan balita (D/S) pada bayi 44,75% dan balita 30,10%, tahun 2003 terjadi peningkatan D/S : 47,98% dan N/D 79,26%, tahun 2004 D/S : 46,57% dan N/D : 78,37%, tahun 2005 D/S : 57,96% dan N/D : 82.76% dan cakupan tahun 2006 sebesar 59,67%, cakupan ini belum mencapai target. Untuk meningkatkan cakupan perlu terus dilakukan gerakan penimbangan balita melalui penyuluhan, penggerakan masyarakat, revitalisasi posyandu dan lain-lain (Profil Propinsi Lampung, 2006).
Data Kecamatan Metro Barat Puskesmas Mulyojati pada tahun 2007 cakupan penimbangan balita yaitu yang ditimbang dibagi jumlah sasaran (D/S) mencapai 58,46 %, untuk cakupan balita yang mengalami kenaikan berat badan bagi jumlah sasaran (N/D) yaitu pada balita mencapai 27,91 % (Dinkes Metro, 2007).
Data cakupan penimbangan balita Puskesmas Mulyojati tahun 2007, cakupan penimbangan balita dengan rata-rata penimbangan pada triwulan I mencapai 60,75 %, pada triwulan II mencapai 58,45 %, pada triwulan III mencapai 67,46 %, sedangkan pada triwulan IV mencapai 60 % (Dinkes Metro, 2007).
Puskesmas Mulyojati terdapat tujuh posyandu yaitu posyandu : Banowati, Sembodro, Dewi Kunti, Arimbi, Dewi Sri, Larasati dan Dewi Sinta. Berdasarkan survey di lokasi diperoleh data cakupan penimbangan balita yang ditimbang bagi jumlah sasaran (D/S) dan dari ketujuh posyandu, ternyata cakupan penimbangan balita yang paling rendah terdapat pada Posyandu Dewi Sinta sebesar 40%.
Kota Metro menargetkan cakupan penimbangan balita di posyandu mencapai 80% (Indikator SPM, 2008-2010).
Penyebab yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya ke posyandu adalah umur balita, tenaga penolong persalinan, kemampuan membaca, paritas, status pekerjaan ibu, ketersediaan waktu ibu untuk merawat anak (Depkes RI, 2001).
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang apakah gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di Posyandu Dewi Sinta wilayah Puskesmas Mulyojati Metro Barat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut apakah gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di Posyandu Dewi Sinta wilayah Puskesmas Mulyojati Metro.

KLIK DISINI UNTUK DOWNLOAD:
Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di posyandu
Baca Selengkapnya - Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak menimbang balitanya di posyandu