Ribuan Artikel Kesehatan ada disini, Cari Cepat disini:

KTI D3 Kebidanan[1] | KTI D3 Kebidanan[2] | cara pemesanan KTI Kebidanan |
PERHATIAN : jika file belum ter-download, Sabar sampai Loading halaman selesai lalu klik DOWNLOAD lagi

Tinjauan penatalaksanaan kejang demam di ruang anak Rumah Sakit Umum

»Tinjauan penatalaksanaan kejang demam di ruang anak Rumah Sakit Umum
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Di negeri yang sedang berkembang, termasuk Indonesia terdapat dua faktor yaitu gizi dan infeksi yang mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap pertumbuhan anak (Hasan, 1985). Saat ini 70% kematian balita disebabkan karena pneumonia, campak, diare, malaria, dan malnutrisi. Ini berarti bahwa penyakit infeksi masih menjadi penyebab kematian balita. Terjadinya proses infeksi dalam tubuh menyebabkan kenaikan suhu tubuh yang biasa disebut dengan demam, demam merupakan faktor resiko utama terjadinya kejang demam (Selamihardja, 2001).
Kejang demam anak perlu diwaspadai karena kejang yang lama (lebih dari 15 menit) dapat menyebabkan kematian (0,64-0,74%), kerusakan saraf otak sehingga menjadi epilepsi, kelumpuhan bahkan retardasi mental. Hasil pengamatan Livingston diantara 201 pasien kejang demam sederhana 6 (3%) menderita epilepsi, sedangkan diantara 297 pasien dengan epilepsi yang diprovokasi oleh demam 276 (93%) menderita epilepsi. Prichard dan Mc Greal mendapatkan angka epilepsi 2% pada kejang demam sederhana dan 30% pada kejang atipikal. Di Indonesia , Lumban Tobing melaporkan 5 (6,5%) diantara 83 pasien kejang demam menjadi epilepsi (Soetomenggolo, 1999). Penanganan kejang demam harus tepat, sekitar 16% anak akan mengalami kekambuhan (rekurensi) dalam 24 jam pertama walaupun adakalanya belum bisa dipastikan, bila anak mengalami demam yang terpenting adalah usaha menurunkan suhu badannya. Pemberian obat pencegah kejang tidak boleh berlebihan karena dapat menimbulkan efek samping. Sementara itu anak terus dimonitor suhu badannya, karena dalam 16 jam pertama kemungkinan serangan ulang masih besar (Selamihardja, 2001).
Pengobatan segera atau terapi sangat penting, jika tidak dilakukan kambuhnya kejang semakin tinggi, sekitar sepertiga pasien kejang demam akan mengalami kekambuhan sebesar 44% pada pasien yang tidak diobati dan pada pasien yang mendapat terapi Fenobarbital maupun terapi Diazepam per rektal kekambuhan sebesar 21% (Anugrah, 2003). Ada 3 hal yang perlu dikerjakan dalam penatalaksanaan kejang demam, yaitu : pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab, serta pengobatan profilaksis untuk mencegah berulangnya demam (Soetomenggolo, 1999).
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Biasanya antara usia 3 bulan sampai 5 tahun. Sekitar 2-5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum usia 5 tahun (Soetomenggolo, 1999). Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2-4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi sekitar 20% diantara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti (Selamihardja, 2001). Di Indonesia pada tahun 1967 kejang demam termasuk sebagai lima penyakit anak terpenting di RS Cipto Mangunkusumo sebesar 7,4%, meningkat pada tahun 1971 dengan kejadian kejang sebesar 22,2% (Hasan, 1985).
Berdasarkan hasil prasurvey di Ruang Anak RSU Ahmad Yani pada bulan April 2004 terdapat 15 kasus kejang demam, 80% (11 Kasus) disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan, 2 pasien kejang demam meninggal dengan observasi meningitis dan enchepalitis dan 1 pasien dirujuk (RSU A. Yani, 2004). Di Ruang Anak RSU Ahmad Yani dalam penatalaksanaan kejang demam terdapat prosedur tetap yang menjadi pedoman bagi petugas kesehatan, akan tetapi masih ada petugas kesehatan yang dalam melakukan penatalaksanaan kejang demam tidak melakukan tindakan menurunkan suhu, tindakan menjamin oksigenasi dan pemeriksaan cairan serebrospinal.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penatalaksanaan yang dilakukan petugas kesehatan pada anak yang menderita kejang demam di Ruang Anak RSU Ahmad Yani Metro ?

C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Sifat Penelitian : Studi deskriptif
2. Subjek Penelitian : Petugas kesehatan di Ruang Anak RSU Ahmad Yani Metro yang melakukan penatalaksanaan pada penderita kejang demam.
3. Objek Penelitian : Penatalaksanaan kejang demam pada anak di Ruang Anak RSU Ahmad Yani Metro.
4. Lokasi Penelitian : Ruang Anak RSU Ahmad Yani Metro.
5. Waktu Penelitian : Tanggal 12 Mei – 31 Mei 2004
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana penatalaksanaan kejang demam di Ruang Anak RSU Ahmad Yani Metro.

2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya tentang bagaimana penatalaksanaan pengobatan fase akut yang dilakukan petugas kesehatan pada anak yang menderita kejang demam di Ruang Anak RSU Ahmad Yani Metro.
b. Diketahuinya tentang bagaimana penatalaksanaan dengan mencari dan mengobati penyebab yang dilakukan petugas kesehatan pada anak yang menderita kejang demam di Ruang Anak RSU Ahmad Yani Metro.
c. Diketahuinya tentang bagaimana penatalaksanaan pengobatan profilaksis yang dilakukan petugas kesehatan pada anak yang menderita kejang demam di Ruang Anak RSU Ahmad Yani Metro.

E. Manfaat Penelitian
Dengan diketahuinya penatalaksanaan kejang demam pada anak diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :
1. RSU Ahmad Yani Metro
Sebagai bahan masukan mengenai penatalaksanaan kejang demam pada anak, sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan.




2. Institusi Pendidikan
a. Sebagai bahan evaluasi terhadap teori yang telah diberikan.
b. Sebagai sumber bahan bacaan bagi perpustakaan di institusi pendidikan.
c. Sebagai bahan tambahan pengajaran terutama yang berkaitan dengan kejang demam.